Selasa, 04 Mei 2010

Bunga sebagai penyokong hidup



Yogyakarta, Aroma wangi menyeruak ketika berjalan melewati sebelah selatan pinggiran pasar beringharjo. Deretan penjual-penjual bunga berjajar dengan begitu banyaknya bunga yang didomonasi mawar merah dan putih.
Terdapat salah satu penjual dengan wajah yang mulai keriput duduk merangkai tumpukan bunga melati yang dipesan oleh seorang pembeli. Seorang nenek berusia 85 tahun, bernama Mardi. Sudah 25 tahun beliau bekerja menjual bunga. Menurutnya selama 25 tahun itu 4 kali harus berpindah tempat untuk berdagang.
Bunga-bunga yang didagangkan tersebut didatangkan dari Boyolali, seoncot (sekarung) bunga dari penyetor seharga 20 ribu. Dengan setiap harinya beberapa karung bunga yang datang dari pemasok dan tidak selalu semua bunga-bunga itu laku terjual. Apabila penjualan ramai beliau bisa menjual 5 juta setiap harinya. Namun jika kondisi sepi hanya bisa memperoleh 500 ribu. Dengan hasil penjualan sebesar itu beliau harus menghidupi 15 orang anggota keluarganya. Anak-anak beliau juga ikut berdagang bunga, bahkan sekarang anaknya yang menggantikannya, karena beliau sudah tidak kuat berdagang lama-lama.
Dalam waktu 24 jam nonstop bunga-bunga itu didagangkan, pinggir jalan itu menjadi tempat unutk mereka tidur. Di situlah Mbah Mardi dan anak-anaknya tinggal, hanya dengan beralas tikar dan penutup tenda. Setiap pagi harus berurusan dengan petugas pasar yang mengusir mereka agar tidak tidur dan tinggal ditempat itu. Mbah Mardi sebenarnya memiliki rumah di Klaten, namun hanya sebulan sekali mereka pulang, itupun kalau ada urusan penting saja. Beliau dan anak-anaknya lebih banyak tinggal ditempat mereka jualan tersebut.
Dari hasil penjualan bunga tersebut beliau kini bisa membiayai kuliah cucunya. “sebelas anak saya hanya lulusan SMP semua, karena saya tidak punya uang untuk menyekolahkan, sekarang saya senang bisa membiayai kuliah cucu saya, walaupun saya juga masih hutang ke rentenir pasar” ujarnya. Dari bunga-bunga yang didagangkan tidak setiap hari laku keras, hanya apabila ada pesanan dari perias dan ada orang yang meninggal saja beliau dapat memperoleh hasil banyak. “ saya selalu berharap banyak yang membeli bunga di sini, namun tidak mendoakan orang yang meninggal banyak” kata beliau. Sering juga mengalami kerugian karena harus membuang beberapa karung bunga yang membusuk karena tidak ada pembeli.
Pak Darto pelanggan disitu mengatakan” saya sudah bertahun-tahun langganan bunga disini, tadi pagi Bapak saya meninggal, jadi membeli bunga ini untuk nyekar besok”.
Buakn berarti doa Mbah Mardi agar setiap hari banyak orang yang meninggal, tetapi agar bunga yang menjadi penyokong kehidupan beliau dan keluarganya setiap harinya dapat bermanfaat terhadap apapun penggunaannya. 
Ririn Setyo Utami 153080174

Tidak ada komentar:

Posting Komentar